NAMA : CHRONIKA SIMATUPANG
KELAS : TELKOMMIL
NOSIS : 20190421-E
DATA PENUGASAN
PROGRAM DIPLOMA 4 ANGAKAT 4
( JARINGAN KOMPUTER )
LAPORAN TUGAS KE 2
JURNAL TENTANG KAJIAN ALGORITMA
DALAM JARINGAN KOMPUTER
DALAM JARINGAN KOMPUTER
KAJIAN ALGORITMA ROUTING DALAM JARINGAN KOMPUTER
Doro Edi
Jurusan Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Maranatha
Jl. Prof. Drg.
Suria Sumantri No. 65 Bandung 40164
Abstract
Routing is the act of moving information across an internetwork from a source to a
destination. Routing
involves two basic activities: determining optimal
routing paths and transporting information groups (typically
called packets) through an internetwork. In the context of the routing process, the latter of these is referred to
as packet switching. Routing algorithms can be
differentiated based on several key characteristics. First, the
particular goals of the
algorithm designer affect the
operation of the resulting routing protocol. Second, various types of routing algorithms exist, and each algorithm has a different
impact on network and router resources. Finally, routing
algorithms use a variety of metrics
that affect calculation of optimal routes
Keywords: routing
algorithm, static routing, dynamic routing
1. Pendahuluan
Routing merupakan proses dimana sesuatu dibawa dari satu lokasi ke lokasi
lainnya. Contoh
riil sesuatu yang membutuhkan
perutean adalah
surat, panggilan telepon, perjalanan kereta
api, dan lain sebagainya.
Pada suatu jaringan router adalah perangkat yang digunakan untuk merutekan trafik jaringan.
Untuk dapat melakukan perutean, suatu router, atau entitas apapun yang membangun routing, melakukan beberapa langkah berikut ini:
Mengetahui Alamat
tujuan – Ke
tujuan (alamat)
mana sesuatu
yang
dirutekan dikirim?
Mengenali
sumber-sumber
informasi
perutean
–
Dari
sumber-sumber
(router-router lain) mana saja suatu router dapat
mempelajari jalur-jalur menuju tujuan?
Menemukan rute-rute – Jalur-jalur atau rute-rute mana saja yang mungkin
dapat dilalui untuk mencapai alamat tujuan?
Memilih jalur atau rute – Memilih jalur atau rute terbaik untuk menuju alamat tujuan yang dimaksud.
Memelihara dan memverifikasi informasi routing – Apakah jalur-jalur ke tujuan yang telah diketahui masih berlaku dan benar?
Pada suatu sistem jaringan komputer, router mempelajari informasi routing
dari sumber-sumber
routing-nya yang terletak di
dalam tabel
routing (routing
table). Router akan berpedoman pada tabel ini untuk menyatakan port mana yang digunakan mem-forward paket-paket yang ditujukan kepadanya.
Jika
jaringan tujuan
terhubung langsung
dengan router,
maka router
sudah mengetahui port mana yang digunakan untuk mem-forward paket.
Jika jaringan tujuan tidak terhubung langsung dengan router, maka router harus mempelajari rute terbaik untuk mem-forward paket ke tujuan.
47
2. Static Routing dan Dynamic Routing
Secara umum mekanisme koordinasi routing dapat dipelajari oleh router
dalam dua metode, yaitu:
Dimasukkan secara manual
oleh administrator
jaringan, disebut
Static
Routes.
Dikumpulkan melalui proses-proses dinamis yang berjalan di
jaringan,
disebut sebagai Dynamic Routes.
2.1. Static Routing
Routing statik (static route) adalah pengaturan routing paling sederhana yang
dapat dilakukan pada jaringan komputer. Static route adalah rute-rute ke host atau jaringan tujuan yang dimasukkan secara manual oleh administrator jaringan ke
route table
suatu router. Static route
mendefinisikan alamat IP
hop router
berikutnya dan interface lokal yang digunakan untuk mem-forward paket ke tujuan
tertentu (hop router berikutnya).
Static route memiliki keunggulan untuk menghemat bandwidth jaringan
karena static route tidak membangkitkan trafik route update untuk memberikan
informasi perubahan rute yang berlaku (sah) saat ini ke router-router lain. Penggunaan routing statik dalam
sebuah jaringan yang kecil tentu bukanlah suatu
masalah, hanya beberapa entri yang
perlu diisikan
pada
forwarding table di setiap
router.
Namun tentu dapat dibayangkan bagaimana jika harus
melengkapi
forwarding table di setiap router yang jumlahnya tidak sedikit dalam jaringan yang
besar. Apalagi jika untuk mengisi entri-entri di seluruh
router di Internet yang jumlahnya banyak
sekali dan
terus bertambah
setiap hari. Jadi penggunaan
static
route cenderung membutuhkan waktu ekstra ketika memanajemen jaringan. Hal ini disebabkan karena sistem
administrator harus secara manual meng-update route
table setiap terjadi perubahan konfigurasi jaringan.
2.2. Dynamic Routing
Routing dinamik
adalah cara yang digunakan untuk melepaskan kewajiban mengisi entri-entri forwarding
table secara
manual. Protokol
routing mengatur
router-router sehingga dapat berkomunikasi satu dengan yang
lain dan saling memberikan
informasi routing yang dapat mengubah
isi forwarding table,
tergantung
keadaan
jaringannya. Dengan cara ini, router-router mengetahui
keadaan jaringan yang terakhir dan mampu meneruskan datagram
ke arah yang benar.
Routing dinamik yang popular saat ini mengacu pada dua tipe algoritma
yang dikenalkan oleh Bellman Ford dengan algoritma distance vectornya dan oleh
Djikstra dengan algoritma link statenya. Cisco kemudian mengembangkan protocol untuk perangkat routernya yang merupakan gabungan dari kedua algoritma tersebut yang diberi nama protocol EIGRP.
2.2.1. Algoritma Distance Vector
Protokol distance vector bekerja dengan memberikan router-router
kemampuan untuk
mempublikasikan
semua rute-rute yang diketahui
(router bersangkutan) keluar ke seluruh interface yang dimilikinya.
Router yang secara
fisik berada
pada jaringan
yang sama
dinamakan neighbor. Jika router-router mempublikasikan
rute-rute yang diketahuinya melalui seluruh interface-nya, dan seluruh neighbor menerima routing update, maka setiap
router akan juga mengetahui rute-rute yang dapat dilalui ke seluruh subnet suatu jaringan.
Beberapa hal berikut ini akan lebih mempermudah memahami konsep dasar
distance vector:
Router secara otomatis akan menambahkan subnet-subnet yang terhubung langsung ke dalam routing table tanpa menggunakan protokol routing.
Router mengirim
routing update keluar ke
seluruh
interface-nya untuk
memberitahu rute-rute yang telah diketahuinya.
Router
“memperhatikan” routing
update
yang berasal dari neighbor-nya,
sehingga router bersangkutan dapat mempelajari rute-rute baru.
Informasi routing
berupa nomor subnet dan suatu metrik. Metrik
mendefinisikan seberapa baik rute bersangkutan. Semakin kecil nilai metrik, semakin baik rute tersebut.
Jika
memungkinkan, router
menggunakan
broadcast dan multicast
untuk
mengirim routing
update. Dengan menggunakan
paket
broadcast
atau
multicast, seluruh
neighbor
dalam suatu LAN dapat
menerima
informasi
routing yang sama untuk sekali update.
Jika suatu router mempelajari multirute untuk subnet yang sama, router akan memilih rute terbaik berdasarkan nilai metriknya.
Router mengirim update secara periodik dan menunggu menerima update secara periodik dari router-router neighbor.
Kegagalan menerima update dari neighbor pada jangka waktu tertentu akan menghasilkan pencabutan router yang semula dipelajari dari neighbor.
Router berasumsi bahwa rute yang diumumkan oleh suatu router X, router
next-hop dari rutenya adalah router X tersebut.
Beberapa fitur Protokol Distance Vector :
a) Route Poisoning
Routing loop dapat
terjadi pada protokol
distance vector routing ketika router-router memberitahukan bahwa suatu rute
berubah dari kondisi valid ke
tidak valid. Konvergensi yang lambat akan mengakibatkan router neighbor terlambat mendapat pemberitahuan kondisi tersebut, sehingga router neighbor tetap
menganggap rute tersebut valid
(dengan hop 1). Ketika router neighbor mengirimkan pemberitahuan keluar ke
seluruh interfacenya, router pertama (yang
memberitahukan kegagalan hubungan) akan mendapat informasi bahwa hubungan
yang
tidak
valid
tersebut dapat dicapai dari router neighbor dengan hop 2. Kedua
router akan terus saling memberi informasi rute
yang salah tersebut disertai dengan menaikkan informasi hop-nya.
Dengan Route poisoning, router tidak akan memberitahukan status
tidak valid
pada suatu rute yang gagal. Tetapi akan tetap memberikan informasi keadaan rute yang gagal dengan status valid. Rute tersebut akan diberi metrik yang sangat
besar, sehingga router lain akan menganggap rute
tersebut sebagai rute yang tidak valid.
b)
Split
Horizon
Fitur Route poisoning
tidak seluruhnya dapat mengatasi kondisi looping.
Pada kasus di atas, ketika suatu router memberitahukan suatu rute yang gagal dengan metrik yang sangat besar, router neighbor kemungkinan tidak langsung
mendapat pemberitahuan ini. Jika router
neighbor
kemudian memberitahu rute
yang tidak valid tersebut ke
router pertama (yang memberitahukan kegagalan
hubungan) bahwa rute
tersebut dapat dicapai dari dirinya dengan metrik yang jauh
lebih baik, maka kondisi di atas dapat terjadi lagi.
Split horison mengatasi masalah ini dengan memberikan
aturan
bahwa suatu router yang mendapat pemberitahuan update
informasi melalui interface x, tidak akan mengirimkan pemberitahuan yang sama ke interface x pula.
c) Split Horizon with Poison Reverse
Split horizon with poison reserve merupakan varian dari split horizon. Pada
kondisi stabil, router bekerja dengan fitur split horizon. Tetapi ketika suatu rute gagal, router neighbor yang mendapat informasi ini akan mengabaikan
aturan split horizon, dan kemudian mengirimkan kembali informasi tersebut ke
router pertama dengan metrik yang sangat besar pula. Metode ini dapat memastikan bahwa seluruh router mendapat informasi yang benar mengenai kondisi rute tersebut.
d) Hold-Down Timer
Kondisi
looping
masih
tetap terjadi
pada
jaringan redundant (jaringan
dengan lebih dari satu jalur) walaupun fitur split horizon telah diaktifkan. Hal ini
dimungkinkan karena suatu router dalam jaringan dapat memperoleh informasi mengenai rute yang
sama melalui lebih dari satu jalur dan router. Oleh karenanya ketika suatu rute
diinformasikan tidak valid oleh router bersangkutan, maka router
neighbor pada saat yang
sama juga mungkin mendapat informasi dari router lain
dengan metrik yang masih dapat dijangkau. Informasi rute valid ini (poison) kemudian disampaikan ke router pertama, sehingga kondisi looping akan terjadi.
Hold-Down Timer mengatasi masalah ini dengan memberikan aturan bahwa ketika suatu router yang mendapat pemberitahuan suatu rute tidak valid, router
tersebut akan mengabaikan informasi rute-rute alternatif ke subnet bersangkutan pada suatu waktu tertentu (hold-down timer).
e) Triggered (Flash) Updates
Protokol distance vektor biasanya mengirimkan update secara reguler
berdasarkan interval
waktu
tertentu. Oleh
karenanya banyak masalah looping terjadi sesaat setelah suatu rute tidak valid. Hal ini disebabkan karena beberapa router tidak segera mendapat informasi ini.
Beberapa router mengatasi masalah
ini dengan menggunakan fitur triggered
update atau flash update,
dimana router akan segera mengirim pemberitahuan update
baru
sesaat setelah suatu rute
tidak valid. Dengan demikian informasi perubahan status rute dapat segera di-forward-kan secara lebih cepat, sehingga
pengaktifan hold-down timer di sisi router neighbor juga lebih cepat.
RIP dan IGRP
RIP (Routing Information Protocol) dan IGRP (Interior Gateway Routing
Protocol) merupakan dua standar protokol routing berbasis distance vector routing
protocol. RIP dan
IGRP memiliki banyak
kesamaan
secara logik. Beberapa
perbedaan
penting dari kedua protokol routing ini diperlihatkan
pada tabel berikut
ini:
Tabel 1.
Perbedaan antara RIP dan IGRP
Function
|
RIP
|
IGRP
|
Update Timer
|
30 detik
|
90 detik
|
Metric
|
Hop count
|
Fungsi bandwidth dan delay (default),
Dapat juga berisi reliability, load, dan
MTU
|
Hold-Down Timer
|
180
|
280
|
Flash (Triggered)
Updates
|
Ya
|
Ya
|
Mask Sent in Update
|
Tidak
|
Tidak
|
Infinite-metric Value
|
16
|
4.294.967.295
|
IGRP Metric memberikan
penghitungan
yang lebih
baik mengenai seberapa baik rute-rute yang ada dibandingkan
RIP metric. IGRP metric dihitung
menggunakan pengukuran bandwidth dan delay pada interface
dimana informasi
update diterima. Hal ini akan memberikan arti yang lebih baik dibandingkan metrik berdasarkan hop count.
RIP menggunakan
penghitungan hop untuk besaran metriknya. Ketika
informasi update diterima, metrik dari setiap subnet dalam
informasi update
merupakan
jumlah router yang dilalui oleh
informasi antara
router
penerima dengan
setiap subnet. Hal ini dapat dilakukan karena sebelum mengirim informasi
update, router akan menambah satu nilai metrinya untuk setiap subnet.
2.2.2.
Algoritma Link State
Algoritma
dasar
kedua
yang digunakan dalam proses routing adalah
algoritma link-state.
Algoritma routing
link-state-based
dikenal juga
sebagai
shortest path first (SPF). Algoritma ini mengelola suatu database kompleks dari informasi topologi. Jika algoritma distance vector tidak memiliki informasi spesifik mengenai jaringan-jaringan jauh dan
tidak mengetahui router-router jauh, maka
algoritma routing link-state mengelola secara penuh
pengetahuan mengenai jarak
router dan bagaimana mereka terhubung.
Routing link-state
menggunakan
link-state paket
(LSP),
suatu
database
topologi, algoritma SPF, yang menghasilkan
SPF
tree, dan pada akhirnya akan dihasilkan routing table dari jalur dan port untuk setiap jaringan.
Routing
link-state memiliki keunggulan
pada jaringan besar karena beberapa
alasan berikut:
Protokol link-state hanya mengirim update dari topologi yang berubah saja.
Periode update lebih jarang dibanding protokol distance vector.
Routing link-state dapat disegmentasi ke dalam hirarki-hirarki area yang dapat membatasi jangkauan perubahan-perubahan rute.
Mendukung classless addressing.
Routing link-state
mengirim subnet mask bersama dengan update routing.
Protokol routing link-state mengurangi trafik
broadcast karena protokol ini
tidak
secara periodik melakukan
broadcast ataupun mengirimkan seluruh isi tabel routing-nya ketika melakukan broadcast. Protokol routing link-state melakukan
pertukaran salinan lengkap tabel rutenya ketika inisialisasi berlangsung. Selajutnya
pertukaran update rutenya dilakukan secara multicast dan hanya pada saat terjadi perubahan
(dibangkitkan oleh
perubahan topologi). Dengan demikian kondisi ini
memungkinkan hanya perubahan saja yang dikirim ke router-router lain, bukan seluruh route table-nya.
Berbeda dengan protokol distance vector, protokol link-state harus
menghitung informasi metrik
rute yang diterimanya. Router akan menghitung seluruh cost yang berhubungan dengan link pada setiap rute
untuk mendapatkan metrik
rute-rute yang terhubung. Hal ini mengakibatkan router-router yang
menggunakan protokol link-state bekerja lebih
berat dan memerlukan lebih banyak
memory serta siklus pemrosessan.
Tabel 2.
Perbandingan Protokol Link-State dan Distance Vector.
Fitur
|
Link-State
|
Distance Vector
|
|
Convergence Time
|
Cepat
|
Lambat, terutama
disebabkan oleh fitur
loop-avoidance
|
|
Loop Avoidance
|
Built in dalam protokol
|
Membutuhkan fitur
tambahan seperti split horizon
|
|
Memory and CPU Requirements
|
Bisa besar;
|
Rendah
|
|
diminimalkan dg
|
|||
dsain yg baik
|
|||
Requires Design
|
Ya
|
Tidak
|
|
Effort
|
|||
for Large Networks
|
|||
Public Standard or
|
OSPF adalah standar
publik
|
RIP terdefinisi secara
publik, IGRP tidak
|
|
Proprietary
|
Open Shortest Path
First (OSPF)
OSPF adalah protokol routing yang diperuntukkan bagi jaringan IP dengan
Interior Gateway Protocol (IGP) oleh working group dari Internet Engineering Task Force (IETF). OSP memiliki dua karakteristk utama, yaitu open standard
dan
berbasis pada algoritma
SPF yang kadangkala direferensikan dengan algoritma
Dijkstra (seseorang yang memiliki kontribusi pembuatan algoritma SPF).
Proses dasar pembelajaran rute-rute OSPF untuk pertamakalinya umumnya:
Setiap router menemukan neighbor melalui setiap interface-nya. Daftar
setiap neighbor di simpan dalam tabel neighbor.
Setiap router menggunakan protokol tertentu untuk bertukar informasi topologi (LSA) dengan neighbor-nya.
Setiap router menyimpan informasi topologi yang dipelajarinya
dalam
database topologi.
Setiap
router
menjalankan
algoritma SPF
pada database topologinya
untuk menghitung rute-rute terbaik dari setiap subnet di database.
Setiap router menyimpan rute-rute terbaik ke setiap subnet ke dalam tabel
routing-nya
Beberapa fitur Protokol link state :
a. Steady-State Operation
Tidak seperti protokol distance vector, protokol link-state menjaga hubungan
dengan neighbor
melalui
pengiriman paket-paket
kecil
secara
tak berkala
dan jarang (kadang-kadang). OSPF menyebut paket kecil ini dengan Hello packets. Hello packet secara sederhana mengidentifikasi subnet dan keaktifan link serta
router neighbor.
Ketika router gagal menerima paket Hellos dari neighbor pada suatu interval
tertentu (dinamakan
dead interval), router akan mempercayai bahwa router bersangkutan
mengalami kegagalan
dan
menandainya
dengan “down” pada database topologi-nya. Kemudian router berhenti menerima paket Hello dan mulai
menjalankan Dijkstra untuk menghitung kembali rute-rute baru.
b. Loop Avoidance
Algoritma SPF mencegah loop yang secara natural telah dilakukan bersamaan dengan pemrosessan database
topologi, sehingga tidak diperlukan fitur loop-avoidance seperti split horizon, poison reserve, hold down timer, dan lain
sebagainya.
c. Scalling OSPF Through Hierarchical Design
Pada jaringan besar dengan ratusan router, waktu konvergensi OSPF dapat
melambat, dan membutuhkan
banyak memory, serta pembebanan
prosessor.
Masalah ini dapat diringkas sebagai berikut:
Pada topologi database yang besar dibutuhkan
lebih
banyak memory dalam setiap router.
Pemrosessan database topologi
yang
besar dengan algoritma SPF membutuhkan
daya pemrosesan
yang
bertambah secara
eksponensial
sebanding dengan ukuran database topologi.
Satu perubahan status interface (up ke down atau down ke up) memaksa setiap router untuk menjalankan SPF lagi.
Meskipun demikian, tidak ada definisi yang tepat untuk mendeskripsikan
“jaringan besar”. Sebagai patokan
(sangat umum, bergantung
pada desain, model,
router, dan lain-lain), untuk jaringan dengan
paling sedikit
50 router dan
100 subnet, fitur OSPF scalability
seharusnya digunakan untuk mengurangi
problem di atas.
d. OSPF
Area
Penggunaan OSPF area
dapat memecahkan
banyak
(tidak semuanya)
permasalahan mendasar ketika menjalankan OSPF pada jaringan
besar. OSPF area
memecah-mecah jaringan sehingga router dalam satu area lebih sedikit mengetahui
informasi topologi mengenai subnet pada area lainnya. Dengan database
topologi
yang lebih kecil, router akan mengkonsumsi memory dan proses yang lebih sedikit.
OSPF menggunakan istilah Area Border Router (ABR) untuk
mendeskripsikan
suatu router yang
berada diantara dua area (perbatasan). Suatu ABR memiliki database topologi untuk kedua area tersebut dan menjalankan SPF ketika status link berubah pada salah
satu
area. Penggunaan
area tidak
selamanya mengurangi kebutuhan
memory dan sejumlah penghitungan SPF untuk
router ABR.
e. Stub Area
OSPF
mengijinkan pendefinisian suatu area
sebagai stub area, sehingga
dapat mengurangi ukuran database topologi. OSPF juga mengijinkan varian area lain yang dapat mengurangi ukuran database
topologi, dimana juga akan
mempercepat pemrosessan algoritma SPF.
Tipe area terbaru saat ini adalah Totally Not-So-Stubby Area (TNSSA).
2.2.3.
Balanced Hybrid Routing Protocol
Cisco menggunakan istilah balanced hybrid untuk mendeskripsikan protokol
routing yang dipakai oleh EIGRP (enhanced IGRP). Hal ini dikarenakan EIGRP
memiliki beberapa fitur seperti protokol distance vector dan protokol link-state.
EIGRP
menggunakan formula berbasis bandwidth dan delay untuk
menghitung metrik yang
bersesuaian dengan suatu rute. Formula ini mirip dengan yang digunakan oleh IGRP, tetapi jumlahnya dikalikan dengan 256 untuk
mengakomodasi perhitungan ketika nilai bandwidth yang digunakan sangat tinggi.
EIGRP melakukan konvergensi secara
cepat ketika
menghindari
loop. EIGRP tidak melakukan
perhitungan-perhitungan rute seperti yang dilakukan oleh protokol link-state. Hal ini menjadikan
EIGRP tidak membutuhkan desain eksta, sehingga hanya
memerlukan lebih sedikit
memory dan proses
dibandingkan
protokol link-state.
Konvergensi
EIGRP
lebih
cepat dibandingkan dengan protokol distance
vector. Hal ini terutama disebabkan karena EIGRP tidak memerlukan fitur loop-
avoidance yang
pada kenyataannya menyebabkan konvergensi protokol distance vector melambat. Hanya dengan mengirim sebagian dari routing update (setelah
seluruh informasi
routing dipertukarkan), EIGRP mengurangi
pembebanan di jaringan.
Salah satu kelemahan
utama EIGRP adalah
protokol ini Cisco-proprietary,
sehingga jika diterapkan
pada jaringan multivendor diperlukan suatu fungsi yang
disebut route redistribution. Fungsi ini akan menangani proses pertukaran rute
router diantara dua protokol link-state
(OSPF dan EIGRP).
Tabel 3.
Fitur EIGRP dibandingkan dengan OSPF
dan IGRP.
Fitur
|
EIGRP
|
IGRP
|
OSPF
|
Mengenali router tetangga sebelum
mempertukarkan informasi routing
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Membangun tabel topologi selain
menambahkan route kedalam tabel routing
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Cepat berkonvergensi
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Secara default menggunakan metrik yang
didasarkan bandwidth dan delay
|
Ya*
|
Ya
|
Tidak
|
Mengirimkan seluruh informasi routing pada
setiap siklus routing
update
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Membutuhkan fitur distance vector loop-
avoidance
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
Standar publik
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
*EIGRP menggunakan metrik yang sama seperti IGRP, kecuali penskalaan
metrik dikalikan dengan 256.
3. Kesimpulan
Untuk jaringan berskala kecil algoritma routing yang sesuai adalah routing secara
statik karena lebih menghemat
bandwidth sedangkan untuk jaringan
berskala besar lebih tepat menggunakan dynamic routing.
Protokol
RIP
banyak digunakan
karena
kesederhanaan dalam mengimplementasikannya.
Algoritma link state lebih baik dibandingkan algoritma distance vector dilihat
dari sisi waktu konvergensi dan tidak adanya routing loop di dalam jaringan.
Algoritma EIGRP yang dikembangkan Cisco sudah menggabungkan kelebihan
dari algoritma link state dan algoritma distance vector, tetapi teknologi ini
tidak
banyak didukung oleh vendor router yang lain (Cisco proprietary).
Daftar Pustaka
1. Andrea, S. 1989.
Computer Networks. Prentice Hall.
2. Computer Network Research Group, ITB, Mei 1999,
oleh Adnan
Basamalah, Lutfi Wisbiono Arif, Joko Yulianto.
3. Keiser, GE.
1989. LAN. McGraw-Hill
4. Stage 1 Intelligent Network Service Descriptions, Divisi RisTI TELKOM,
Bandung, 1997.
5.
Stallings, W. Data and Computer Communication third Edition. Maxwell
Maxmilian International.
6. Tannembaum, A.S. 1996. Computer Network, Prentice Hall.